MADIUN, TALIGAMA NEWS – Kelangkaan pupuk bersubsidi yang menjadi jatah para petani, menjadi persoalan yang tak kunjung diselesaikan pemerintah. Puluhan petani di Kabupaten Madiun pun sampai mendatangi gedung DPRD Kabupaten Madiun untuk mengadukan minimnya alokasi pupuk bersubsidi, Rabu (9/3/2022).
Para petani juga mengungkapkan tidak maksimalnya penyerapan pupuk bersubsidi karena distribusi yang berbelit-belit. Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Madiun, Suharno menyampaikan bahwa banyak kendala yang dihadapi petani gara-gara pupuk bersubsidi.
Mulai kurangnya alokasi pupuk bersubsidi yang tidak bisa memenuhi kebutuhan petani, banyaknya pupuk ilegal sampai hilangnya pupuk organik serta jenis pupuk lainnya.
“Karena pemberian pupuk kepada petani yang sedikit demi sedikit, maka di akhir tahun pasti akan ada yang tak terserap). Dan akhirnya banyak pupuk ilegal yang beredar di Madiun,” kata Suharno.
Karena persoalan di wilayah sendiri tidak tuntas, maka kini sebagian petani di Kabupaten Madiun terpaksa membeli pupuk bersubsidi tetapi ilegal. Disebut begitu, karena menurut Suharno, tidak kurang 2.000 ton pupuk bersubsidi dari daerah lain, beredar di Kabupaten Madiun.
Pupuk bersubsidi itu sebenarnya jatah para petani dari daerah lain, namun entah mengapa sampai bocor dan dijual ke Madiun. Namun para petani terpaksa membelinya lantaran pupuk bersubsidi yang resmi di Kabupaten Madiun tidak ada atau sudah habis.
“Pupuk bersubsidi tetapi ilegal ini lebih mahal 2 kali lipat dibandingkan pupuk resmi yang jadi jatah kami. Tetapi masih lebih murah dibandingkan pupuk non subsidi,” lanjutnya.
Suharno mencontohkan, harga pupuk subsidi jenis Urea adalah Rp 250.000 per kuintal, sedangkan pupuk subsidi ilegal dijual dengan Rp 470.000, lalu pupuk non subsidi sampai Rp 1 juta.
“Misalnya petani mau beli (pupuk subsidi ilegal) biasanya ada yang mencatat. Kalau ada yang bilang pupuk subsidi ilegal itu dari luar kota, saya rasa itu hanya stempel saja,” terang Suharno yang mempertanyakan kinerja Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) yang dinilai kurang optimal
Sementara Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Madiun, Toni Eko Prasetyo mengatakan, beredarnya pupuk ilegal di Kabupaten Madiun tidak menjadi pengawasan KP3.
Menurut Toni, KP3 hanya mengawasi pendistribusian pupuk bersubsidi yang dialokasikan untuk Kabupaten Madiun. Sementara pupuk subsidi ilegal yang beredar di tangan petani bukan dari Kabupaten Madiun.
Berdasarkan pengamatannya, pupuk ilegal tersebut dari daerah lain yang pupuk subsidinya berlebih. “Mungkin dari Bojonegoro Nganjuk dan lain-lain,” kata Toni.
Untuk itulah pihaknya tidak bisa menindak dan tidak bisa menghentikan meski transaksinya di Kabupaten Madiun, karena itu menjadi tugas penegak hukum.
“Ke depan kita koordinasikan dengan daerah sekitar terutama daerah asal dan daerah aglomerasi. Harapannya jika memang ada kelebihan pupuk subsidi, bisa dimutasikan ke Kabupaten Madiun,” ucap Toni.
Dengan realokasi pupuk subsidi dari daerah lain, diharapkan kebutuhan pupuk subsidi petani Kabupaten Madiun dapat terpenuhi. (* Rina/Bud)