Investasi Properti Berujung Sengketa: Pemohon PK Ungkap Dugaan Celah Prosedur Kredit di Bank BUMN Daerah

Peristiwa Hukum3206 Dilihat

NGANJUK, TALIGAMA.ID, 9 Juli 2025 – Kasus sengketa lahan di Nganjuk yang melibatkan seorang warga, A.S. (inisial), kembali mengemuka, menyoroti potensi celah prosedural dalam praktik agunan perbankan dan risiko penipuan properti. A.S. saat ini tengah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) setelah SHM tanah miliknya, yang telah ia beli lunas pada 2013, diduga diagunkan oleh pihak lain di Bank Jatim Cabang Nganjuk (BJN) tanpa sepengetahuannya. Insiden ini berpotensi menimbulkan kerugian finansial signifikan dan memicu pertanyaan mengenai standar operasional prosedur (SOP) perbankan.

Pada 7 Januari 2013, A.S. melakukan pembelian SHM No. 753 seluas 1.330 meter persegi dari D.A.N. (inisial, almarhum) senilai Rp 486.000.000,-. Pembayaran lunas dilaksanakan pada 20 Februari 2013, dan sertifikat beserta SPPT diserahkan langsung kepada A.S. Sejak transaksi itu, A.S. telah melakukan penguasaan fisik dan fungsional atas objek tanah, termasuk pengembangan usaha kafe dan pemenuhan kewajiban pajak tahunan.

Persoalan muncul ketika upaya balik nama sertifikat yang dilakukan A.S. antara 2014-2017 selalu tertunda dengan alasan yang tidak jelas oleh D.A.N., yang bahkan meminta biaya tambahan Rp 27.000.000,- untuk pengurusannya. Kondisi ini kemudian diperparah oleh fakta bahwa pada 2 September 2016, SHM tersebut justru dijadikan jaminan utang oleh N. (inisial, almarhum) dan istrinya, U.S. (inisial), di BJN melalui perjanjian kredit modal Akta Nomor 17.

A.S. menegaskan bahwa ia tidak pernah diberitahu apalagi menyetujui pengagunan SHM yang telah menjadi hak miliknya. Dalam dokumen PK-nya, A.S. menyoroti dugaan kejanggalan serius dalam prosedur BJN. Ia mengklaim tidak adanya kunjungan pemeriksaan agunan oleh pihak bank ke objek SHM No. 753 antara tahun 2013-2016. Jika klaim ini benar, hal tersebut mengindikasikan pelanggaran SOP perbankan yang krusial, di mana validitas agunan tidak diverifikasi secara langsung, dan membuka peluang manipulasi data kunjungan yang seharusnya mendahului pemberian kredit.

Dampak langsung bagi A.S. terlihat ketika pada 9 Agustus 2018, ia menerima surat teguran lelang dari BJN. Meskipun bukan pihak yang berutang, A.S. mengaku mengalami intimidasi dari pihak bank, yang mendorongnya untuk melakukan pembayaran cicilan utang yang bukan kewajibannya. Pembayaran tersebut, yang mencapai puluhan juta rupiah antara September 2018 hingga September 2019, dilakukan A.S. di bawah tekanan.

Dengan D.A.N. dan N. yang telah meninggal dunia, A.S. kini mengandalkan permohonan PK dan bukti-bukti kuat yang dimilikinya, termasuk pengakuan U.S. yang membenarkan transaksi jual beli tanah kepada A.S. Kasus ini, yang belum memiliki putusan hukum final, diharapkan dapat memberikan keadilan dan kejelasan hukum.

Tim jurnalis [Nama Media] telah berupaya menghubungi pihak Bank Jatim Cabang Nganjuk dan U.S. untuk meminta tanggapan terkait dugaan ini. Hingga berita ini diturunkan, [Pihak Bank Jatim Cabang Nganjuk/U.S.] belum memberikan komentar. Kasus A.S. menjadi studi kasus penting bagi regulator dan pelaku industri perbankan untuk meninjau kembali prosedur agunan, memperketat verifikasi aset, dan melindungi nasabah dari praktik penipuan yang merugikan.(Red)

Tinggalkan Balasan